Pada praktek kita sehari-sehari kita sering dihadapkan pada pasien yang menderita kanker. Pada stadium lanjut seringkali kita ditakutkan akan kondisi pasien yang mengeluh Breathlessness. Bagi pasien sendiri kondisi itu akan menimbulkan stress fisik dan emosional bahkan menimbulkan isolasi sosial. Sengaja saya memakai istilah breathlessness karena sering dicampur adukan dengan dyspnea. Berdasarkan ATS (American Thoracic Society) definisi Breathlessness adalah “a subjective experience of breathing discomfort that consists of qualitatively distinct sensations that vary in intensity. The experience derives from interaction among multiple physiologic, psychological, social, and environmental factors and may induce secondary physiological and behavioral responses”. Sedangkan dyspnea adalah perceived to be difficulty of breathing or painful breathing and can only judged by patient. Tapi saat sekarang pun istilah tersebut masih sering dibingungkan.
Tetapi pada prinsipnya pada pasien kanker stadium terminal merasakan sensasi sesak napas. Kekhasan sesak napas pada pasien kanker ini adalah proses perburukannya yang cepat. Sehingga saat sekarang pun masih kesulitan dalam mencari model untuk penelitian dalam memastikan mekanismenya. Dari beberapa penelitian ada beberapa hal yang dapat jadikan pilihan untuk tatalaksana pada pasien. Walaupun banyak hal yang masih memerlukan penelitian yang lebih lanjut.
Penatalaksanaannya dapat kita bagi 2 yaitu secara non-farmakologi dan farmakologi. Tetapi kedua hal tidak dapat dipisahkan karena saling terkait.
Non-Farmakologi
Yang paling membantu pasien pada terapi non-farmakologi ini adalah klinisi dapat mendengar keluhan pasien dan bersama-sama dapat merencanakan ‘breathlessness plan’. Hal ini dapat segera menimbulkan pengaruh pada kecemasan pasien sehingga nantinya pasien mengontrolnya pada proses selanjutnya.
Kipas angin(Fan). Jangan disangka kipas angin tidak bermanfaat untuk pengobatan kanker. Pada pasien tersebut dengan kipas angin maka dapat memberikan sensasi sejuk. Kemudian akan menyebabkan nervus trigeminal cabang 2 dan 3 untuk mengurangi sensasi sesak napas.
Anxietyreduction training. Tentu saja hal ini diperlukan karena kecemasan dan ketakutan pasien akan kematian sangat besar. Sering kali klinisi memperparah kondisi panik pasien dengan mengatakan “Tidak masalah”. Alangkah lebih baik kita mengatakan “ Memang banyak keluhan pasien seperti anda adalah sesak napas, kadang-kadang anda akan merasakannya”. Banyak metoda training yang dapat dipakai tapi ditentukan oleh pasien.
Physical Rehabilitation. Program meliputi exercise training meskipun pada pasien yang tidak dapat melakukan apapun. Karena latihan ini dapat menyebabkan penurunan laktat dalam darah, ventilasi per menit dan memperbaiki kapasiti enzim metabolik pada ekstremitas.
Non Invasive Ventilation.
Farmakologi
Opioid. Pemakaian opioid untuk pasien kanker sudah lama kita ketahui. Tetapi yang ditekankan disini dalam mengurangi sesak napas maka pemberian secara oral memberikan efek yang lebih baik dibanding nebulizer.
Phenothiazines dan Benzodiazepine. Kedua golongan obat tersebut lebih ditujukan untuk menguransi ansietas. Tetapi belum ada penelitian besar secara randomize yang membuktikannya, baru sebatas pemberian secara empiris.
Oksigen. Disini ditujukan bukan untuk mengkoreksi hipoksemianya tetapi lebih untuk menyalurkan oksigen (flow of gas). Dan mekanismenya sama dalam memicu nerves trigeminal.
Heliox. Helium kurang pekat dibanding udara ketika dicampur dengan oksigen maka akan me ‘replace’ nitrogen di udara. Kondisi ini akan mengurangi aliran turbulen di saluran napas, mengurangi usaha untuk bernapas dan memperbaiki ventilasi alveolar.
Inhalasi furosemid. Dari suatu penelitian ini dinyatakan bahwa furosemid yang diberikan secara inhalasi dapat bekerja di parenkim paru yang akan menghambat batuk dan melindungi parenkim dari stimuli bronkokonstriksi. Tetapi pemakain obat ini masih diteliti lebih lanjut.
Related Article
The Etiology and Management of Intractable Breathlessness in Patients With Advanced Cancer: A Systematic Review of Pharmacological Therapy .Nat Clin Pract Oncol. 2008; 5(2):90-100